Bogor – Penurunan angka stunting menjadi prioritas utama Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor pada 2025. Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim menegaskan komitmennya untuk menekan angka prevalensi sekaligus memastikan tidak ada kasus baru stunting di Kota Bogor.
Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan Rembuk Stunting Tingkat Kota Bogor yang berlangsung di Ballroom Hotel Royal Bogor, Rabu (24/9/2025).
Dedie mengungkapkan, tantangan masih cukup besar. Data 2024 menunjukkan prevalensi stunting di Kota Bogor mencapai 21,20 persen, meningkat dari tahun sebelumnya yang sempat turun ke angka 18,2 persen.
“Di 2025 tentu tantangannya jadi lebih besar untuk menurunkan prevalensinya. Target kami dari yang harus diintervensi adalah 1.588, kita coba turunkan menjadi 1.510 dan tidak boleh ada lagi penambahan kasus stunting,” tegas Dedie.
Ia optimistis target tersebut bisa tercapai dengan dukungan Satuan Pendidikan Peduli Gizi (SPPG) yang kini telah membentuk 32 dapur sehat di Kota Bogor. SPPG diharapkan bukan hanya menyasar anak sekolah, tetapi juga ibu hamil, menyusui, dan balita.
“Saya minta intervensinya lebih luas, tidak hanya siswa-siswi. Kalau kita bisa menyentuh ibu hamil dan balita, peluang mencegah stunting sejak dini akan lebih besar,” ujarnya.
Dedie juga menekankan pentingnya kolaborasi nyata antar pihak. “Kalau tidak ada komunikasi, sinergi, dan kolaborasi, masalah ini tidak akan selesai. Kesempatannya ada di depan mata, jadi kolaborasi harus nyata, bukan hanya formalitas,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Jenal Mutaqin yang juga Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) menilai intervensi stunting harus berbasis kebutuhan individu.
“Dari 1.588 itu treatment-nya tidak semua sama. Harus ada pola by name by address, baik balita, ibu hamil, maupun calon pengantin baru,” jelas Jenal.
Ia juga mendorong inovasi berupa aplikasi digital pemantauan yang memungkinkan donatur memantau perkembangan anak yang dibantu. “Kalau bisa dipantau perkembangannya, akan muncul rasa memiliki dan tanggung jawab. Itu membuat perjuangan terasa nyata,” katanya.
Selain fokus gizi, Pemkot Bogor juga menyoroti pernikahan dini yang berpotensi meningkatkan risiko stunting. Jenal menegaskan pentingnya edukasi calon pengantin serta pendekatan persuasif melalui kerja sama dengan KUA dan Dukcapil.
“Kita akan lakukan pendekatan door-to-door, agar tahu masalah utama apa. Jadi bukan sekadar menghakimi, tapi memahami dan mencarikan solusi,” ujarnya.
Dengan langkah intervensi gizi, pengawasan digital, hingga pencegahan pernikahan dini, Pemkot Bogor optimistis target Zero New Stunting bisa terwujud.(Red).
Sumber : https://www.jabarprov.go.id/
